LSM Amatir Laporkan Dugaan Perkebunan Ilegal dan Perambahan Hutan ke Polda Riau

PEKANBARU || Lembaga Swadaya Masyarakat Amanah Rakyat Indonesia (AMATIR) resmi melaporkan dugaan tindak pidana perkebunan tanpa izin dan perambahan kawasan hutan yang diduga dilakukan oleh Daniel Pinem dan Ahmad Yani Pinem beserta kelompoknya. Laporan tersebut disampaikan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau pada Kamis (6/11/2025).

Ketua LSM AMATIR, N. Ismanto SH, mengatakan laporan itu dibuat setelah pihaknya menemukan aktivitas perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan negara tanpa memiliki izin usaha maupun izin pengelolaan dari pemerintah pusat.

“Berdasarkan hasil penelusuran dan sejumlah dokumen resmi, kami menemukan bahwa kebun kelapa sawit milik yang bersangkutan berada sepenuhnya di dalam kawasan hutan dan dikelola tanpa izin. Hal ini jelas melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Ismanto.

Ia menjelaskan, lahan seluas lebih dari 435 hektare di Desa Bonai, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, serta sekitar 450 hektare di Desa Kasang Padang, Kecamatan Bonai Darussalam, dikuasai dan dikelola secara ilegal. Menurutnya, surat keterangan tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa atau camat tidak dapat dijadikan dasar legalitas karena kawasan tersebut merupakan hutan negara.

“Surat tanah dari pemerintah desa atau camat bukan izin pengelolaan kawasan hutan. Penguasaan kawasan hutan tanpa izin merupakan pelanggaran hukum,” tegasnya.

Berdasarkan data peta Geoportal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagian besar kebun tersebut berada di kawasan Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi Terbatas yang tumpang tindih dengan area kerja IUPHHK-HT PT Bina Daya Bentala. Sementara itu, hasil pengecekan pada Geoportal Kementerian Pertanian dan ATR/BPN tidak menemukan adanya izin lokasi, izin usaha perkebunan, maupun Hak Guna Usaha (HGU) atas nama pihak yang dilaporkan.

Ismanto menambahkan, citra satelit Google Earth Pro menunjukkan kebun sawit tersebut sudah ditanami sejak tahun 2014. Dengan usia tanaman mencapai sekitar 11 tahun pada 2025, aktivitas itu dinilai telah berlangsung lama dan menimbulkan potensi kerugian negara.

“Jika dihitung berdasarkan ketentuan PP Nomor 24 Tahun 2021 jo. PP Nomor 45 Tahun 2025, nilai denda administratif dari pelanggaran itu mencapai lebih dari Rp65 miliar. Ini kerugian negara yang sangat besar dan tidak boleh dibiarkan,” katanya.

Dalam laporannya, LSM AMATIR meminta Ditreskrimsus Polda Riau untuk menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penindakan sesuai ketentuan hukum. Mereka juga meminta agar kepolisian mengamankan lokasi, menghentikan produksi sawit yang berasal dari kawasan hutan, serta berkoordinasi dengan KLHK dan kementerian terkait untuk pemulihan kerugian negara.

“Kami berharap Polda Riau segera menindaklanjuti laporan ini. Penegakan hukum harus dilakukan agar kawasan hutan negara tidak terus dirusak untuk kepentingan pribadi. Negara berhak mendapatkan kembali haknya, dan para pelaku harus bertanggung jawab,” ujar Ismanto.

Laporan tersebut turut ditembuskan kepada Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

PAGE TOP