Mural For Justice: Menggambar Pesan Solidaritas dan Tuntutan Keadilan di Tembok Perlawanan Rumah Gerakan Rakyat WALHI Riau 

Riauberantas, Pekanbaru –  Mural for Justice merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian Voice for Ecological Justice Festival (Vorest Fest). Kegiatan ini menjadi salah satu penanda Vorest Fest dimulai dan terus belangsung hingga 10 Desember 2022. Selain masuk dalam rangkaian Vorest Fest, Mural for Justice akan jadi momentum bagi WALHI Riau untuk memperbaharui pesan mural di tembok perlawanan rumah gerakan rakyat. Gambar-gambar yang digoreskan di tembok tersebut akan memberi pesan-pesan tuntutan keadilan ekologis, tuntuan keadilan iklim, keadilan antargenerasi, dan tuntutan keadilan lainnya.

Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau, menyebut kegiatan Mural for Justice akan berlangsung sekitar 14 hari, mulai dari 21 November hingga 4 Desember 2022. Kondisi cuaca yang sering hujan merupakan kendala teknis yang dihadapi oleh para seniman. WALHI Riau bersama para seniman yang terlibat sepakat akan memperpanjang durasi kegiatan mural jika diperlukan. Tujuannya, agar gambar dan lukisan hasilnya tetap maksimal, sehingga memudahkan publik menerima dan menangkap pesan perlawanan dan panggilan solidaritas dari tembok ini.

“Mural for Justice mengajak beberapa seniman mural menuangkan idenya di tembok perlawanan ini. Kami membuka ruang bagi teman-teman seniman untuk menggambarkan pesan perlawanan, panggilan solidaritas, dan tuntutan keadilannya dengan menggambar di tembok ini. Ruang ini mempertegas posisi keberagaman yang kami percayai, bahkan melawan dan bersolidaritas pun dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tidak hanya dengan pesan suara, hasil tulisan atau musik. Kali ini, pesan tersebut kami sampaikan dengan kreasi gambar, dalam bentuk mural yang ada di tembok perlawanan ini,” tambah Even Sembiring.

WALHI merupakan rumah gerakan rakyat, rumah yang terbuka untuk berbagai elemen gerakan untuk melakukan konsolidasi, bersolidaritas dan menyerukan tuntutan keadilannya yang sejalan dengan nilai universalitas HAM. Oleh karenanya Rio Susanto, Koordinator GIS dan Gerakan Anak Muda WALHI Riau, menyebut mural akan menampilkan visualisasi gambar pembelaan atas hak masyarakat yang ruang hidupnya dirampas, pembelaan bagi seluruh entitas ekologis, baik biotik maupun abiotik. Rio juga menyebutkan mural pada tembok perlawanan rumah gerakan rakyat WALHI Riau dilakukan dengan berkolaborasi bersama Gedoy, Kenny, Salman, Ibnu, Jefri, Pai dan Jae.

“Gedoy dan teman-teman yang mengonsep ide visual yang digambar di tembok ini. Dalam proses pengerjaannya, Gedoy, Kenny, Salman, Ibnu, Jefri, Pai dan Jae tetap membuka ruang komunikasi dan partisipasi kepada kami di WALHI Riau dan siapapun yang hadir untuk mengusulkan ide bahkan ambil bagian menggoreskan kuasnya di tembok tersebut,” sebut Rio.

Sejalan dengan yang disampaikan Rio, Gedoy Gedoy, koordinator Tim Mural menyampaikan harapan hasil mural yang ia dan kawan-kawannya kerjakan dapat membuat banyak orang dapat mencintai seni dengan lebih baik. Baginya, seni merupakan salah satu media yang tepat untuk berkomunikasi dan membangun solidaritas bersama kelompok muda untuk menyuarakan tuntutannya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

“Bagi kami, budaya dan seni akan memudahkan masyarakat melihat persoalan lingkungan yang dihadapinya. Dunia seni selalu membuka ruang bagi siapapun, termasuk anak muda yang ingin menyuarakan tuntutan dan harapannya demi terwujudnya keadilan antargenerasi,” ujar Gedoy di sela-sela kegiatan melukis muralnya.

Pada hari ke-sebelas Mural for Justice, tembok perlawanan WALHI Riau telah dihiasi beragam gambar, seperti seruan keadilan, keadilan antargenerasi, penolakan terhadap konsolidasi elit dan konspirasi pemusnahan satwa dan entitas ekologis lainnya. ***red/rls